Selasa, 29 Maret 2016

Menatap Era Globalisasi

Bismillahirrahmanirrahiim....

Hwuih, serem loch… kalo ditanya mengenai apa itu globalisasi. 1001 kecemasan akan singgah mengisi setiap relung hati yang bergidik ngeri jika ngebayangin gambaran kehidupan di era globalisasi. Yups, berarti keserakahan tingkat global kan??? Siapa yang nggak ngeri ngedengernya, termasuk saya juga takut. Hiii! kanibalisme…


Yups, globalisasi inilah yang mengakibatkan perekonomian Indonesia menjadi tercabik-cabik dan terseok-seok dikarenakan kalah dalam bersaing menghadapi bisnis-bisnis asing yang ikut berinventasi di Indonesia. Dan karena lemahnya tingkat daya saing perusahaan-perusahaan Indonesia juga, yang menimbulkan minat keserakahan dari pihak asing yang senantiasa berusaha melumpuhkan seluruh sistem perekonomian di Indonesia guna menancapkan cakar-cakar kolonialisme mereka melalui sektor perdagangan/bisnis.

Walau sebenarnya, jika ditinjau dari sisi profesionalisme, seharusnya, era globalisasi bagi perusahaan-perusahaan multinasional itu juga berarti sikap rela untuk melepaskan sebagian rasa nasionalis mereka (terhadap negara asal mereka), kemudian menjelma menjadi manusia global, walaupun hanya sebatas konteks yang berhubungan dengan kepentingan serta kewajiban-kewajiban perusahaan terhadap lingkungan bisnis mereka. Dan tak perlu adanya tujuan-tujuan kolonialisasi yang tidak hanya merugikan negara tempat dimana mereka menjalankan bisnis, melainkan juga hanya akan merugikan kontribusi perusahaan mereka yang tentu jumlahnya tidak sedikit.

Kewajiban yang harus terus dijaga oleh para pengusaha/pebisnis/kompetitor sejati agar tidak terlalu banyak menciptakan kecemburuan sosial dan rasa kecewa, yang hanya akan membuat semakin keruh permasalahan-permasalahan di era persaingan global yang semakin sempit, ialah dengan menjadikan sikap profesionalisme -terutama sikap kompetitif- sebagai modal utama (habit) dalam melakukan segala bentuk kegiatan bisnis.

Definisinya: Jika sesorang menginginkan suatu nilai yang tinggi, maka orang tersebut harus mampu meningkatkan segala potensi yang ada pada dirinya, sehingga tidak banyak kontroversi-kontroversi menyebalkan yang berasal dari kata ‘cemburu’. Apalagi jika ditinjau kedepannya, sebagian besar konsumen akan semakin selektif dalam membeli suatu produk dengan kata lain akan tercipta suatu bentuk demokrasi konsumen dimana konsumen yang akan menentukan segalanya, apakah mereka mau membeli ataukah tidak. Hal itu menuntut setiap pengusaha atau penyedia layanan jasa dlsb untuk terus mengembangkan bisnis mereka menjadi jauh lebih baik lagi di masa yang akan datang. Jika tidak, maka mereka harus rela tersingkir dari arena persaingan yang memang tanpa belas kasihan sedikit pun.


Salah satu penyakit terbodoh didalam era globalisasi adalah adanya praktek monopoli dan kapitalisasi ekonomi berpaham neo liberal. Hal-ini banyak disalah gunakan oleh para kompetitor yang kotor atau lemah untuk tetap bisa bertahan didalam kancah persaingan dengan menerapkan hukum bisnis yang kotor. Walaupun jika kita pelajari dalam jangka panjang, adanya praktek-praktek perdagangan kotor tersebut pada akhirnya hanya akan merugikan pihak konsumen dan pihak pelaku bisnis itu sendiri.

Yups, terjadinya pembengkakkan biaya produksi, manajemen dan distribusi pemasaran. Ditambah lagi biaya-biaya persaingan yang tidak sewajarnya atau tidak pada tempatnya dalam menjalankan sistem persaingan kotor yang dilakukan oleh para kopentitor-kompetitor licik dan culas.

Efeknya???

Konsumen biasanya akan mengeluh terhadap nilai kualitas dan kuantitas barang yang mereka beli. Sedangkan para pelaku bisnisnya akan merasa kerugian waktu untuk mengejar segala ketertinggalan dalam menghadapi persaingan global. Apa lagi setelah saya tinjau masak-masak, ternyata adanya praktek-praktek kotor tersebut dapat memicu inflasi mata uang serta kemerosotan tingkat perekonomian suatu wilayah dan meluas hingga tingkat negara dan dunia. Ironisnya! akan menjadi sangat sulit untuk diperbaiki jika hal itu dibiarkan begitu saja (terus-menerus) dan tentu saja dibutuhkan biaya yang semakin mahal untuk bisa memperbaikinya. Apalagi jika ditinjau bahwa keuangan setiap pelaku bisnis saat ini (setelah melalui proses persaingan yang bodoh) pasti dalam keadaan pailit/sulit (baik pebisnis yang jujur apalagi yang culas), bisa dibayangkan betapa mencekiknya krisis ekonomi seperti itu.

Kasihan bangsa Indonesia… sudah ditampar mentah-mentah dari persaingan nasional dalam negeri, eh masih bakalan ditonjokin sampe bengeb-bengep sama persaingan global (perdagangan internasional). Dan suatu saat nanti, mereka akan berakhir dengan dinistakan secara tidak terhormat diatas bumi dan tanah airnya sendiri oleh bangsa-bangsa lain. The End………… broo :-?

Itulah sedikit gambaran tentang globalisasi yang tengah dikit demi sedikit kita rasakan saat ini. Semoga bisa dijadikan bahan renungan yang serius bagi segenap lapisan masyarakat Indonesia, bahwa kita tidak bisa hanya berharap untuk terus-terusan mengemis kepada bangsa lain untuk bisa menikmati hidup dimasa depan, sekalipun untuk tetap bertahan hidup diatas tanah air kita sendiri. Waktunya untuk THINK SMART, THINK RICH and THINK MOESLEM ;-)


Peace, Love with Music – Langit Biru Band

Tidak ada komentar:

Posting Komentar